Minggu, 06 Oktober 2024

:
:
Ada di Jember, Tiga Agama Beribadah di Satu Tempat
Ada di Jember, Tiga Agama Beribadah di Satu Tempat

UMAT tiga agama dengan rukun melaksanakan ibadah dalam satu tempat. Tak jarang, dalam beberapa momen bersandingan melaksanakan ritual ibadahnya. Agama Konghucu, Buddha Mahayana, dan Tao. Hal demikian bisa ditemukan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Pay Lien San di Dusun Karang Asem, Desa Glagahwero, Kecamatan Panti. Satu-satunya kelenteng di Jember.

Sejak berdiri pertama kali pada 1952, TITD awalnya dikenal dengan nama Wihara Adipatma. Baru diresmikan namanya sebagai TITD pada 2011 lalu. Ini mengacu pada aturan sebelum reformasi yang pada saat itu negara hanya mengakui lima agama. “Kelenteng yang ada dulu itu juga banyak yang disebut wihara untuk bisa beroperasi sebagai tempat ibadah di tahun Orde Baru,” ulas Ketua TITD Pay Lien San, Jap Swie Liong.

Bermula dari rumah biasa, seiring berjalannya waktu menjadi besar dan dibuatlah Wihara Adipatma. Ton Hua Sea adalah pendirinya. Orang Tiongkok yang akhirnya menikah dengan perempuan Panti. Kemudian, berasimilasi dengan warga sekitar hingga memiliki anak keturunan dan akhirnya meninggal di Panti. “Cuma kuburannya ada di Kaliwates,” tuturnya.

Tahun demi tahun berjalan, jemaah semakin bertambah, akhirnya dibangun lebih besar lagi. Nama Wihara Adipatma pun hingga kini masih tertulis di atas atap bangunan lama. Tulisan itu sangat jelas terbaca dari halaman belakang TITD.

Ada puluhan patung di dalamnya. Setiap jenisnya diletakkan di space terpisah. Jemaah TITD berasal dari tiga agama, Konghucu, Buddha Mahayana, dan Tao. Mereka biasanya bukan berasal dari warga asli Panti. Ada yang dari Kaliwates, Tanggul, hingga luar kota. Tingginya toleransi bisa terlihat nyata di TITD Pay Lien San. Sebab, penganut ketiga agama itu memiliki meja ibadah khusus dalam satu ruang yang saling bersandingan.

Saat salah satu agama sedang merayakan hari besar, kedua umat agama lain ikut datang dan bersama-sama merayakan dalam rangka menghormati dan memberikan selamat. “Ini kan dijadikan tempat ibadah tiga penganut ajaran, ibadahnya bareng meskipun hari-hari besar. Setiap ada event atau jadwal sembahyang ketiga ajaran bisa bersatu di sini, misalnya acara besar,” papar pria yang akrab disapa Koh Liong itu.

Saat Imlek misalnya, penganut Buddha Mahayana dan Tao ikut datang. Konghucu sendiri yang biasanya beribadah berkisar 80 sampai 100 jemaah. Mayoritas jemaahnya adalah Buddha Mahayana. “Memang menjadi pusat berkumpulnya tiga ajaran, punya toleransi yang tinggi,” ucapnya. Apalagi TITD juga berhadapan dengan masjid.

Meski rumah ibadah milik tiga agama, kepengurusannya tetap menjadi satu. Saat ini diketuai sementara oleh Liong yang merupakan penganut Konghucu. Dia sebelumnya adalah wakil ketua. Belum lama ini, ketuanya meninggal dunia, dan Liong kemudian diangkat sementara. (c2/nur)

Bagikan ke:

Berita Terkait