Minggu, 06 Oktober 2024

:
:
Sound Horeg, Hobi yang Tuai Kontroversi - Undercover Radar Jember
Undercover
Sound Horeg, Hobi yang Tuai Kontroversi - Undercover Radar Jember

DI beragam daerah di Indonesia, sound horeg seolah sudah menjadi tradisi. Apalagi saat karnaval bulan Kemerdekaan RI, yang biasanya digelar pada akhir Juli hingga September. Hampir setiap hari, karnaval disertai sound horeg sebagai musik pengiringnya.

Rangkaian sound system beragam jenis itu ditempatkan di atas truk, pikap bahkan mobil. Suara yang dihasilkan, tentu saja keras. Saking kerasnya suara memekikkan telinga, jantung pun berdegup lebih kencang. Sementara kaca, genteng, dan bangunan lainnya ikut bergetar. Ini menyebabkan pro dan kontra di masyarakat.

Istilah sound horeg merujuk pada sound system yang disetel dengan suara kencang dan menyebabkan kondisi sekitar bergetar atau disebut horeg. Di beberapa daerah menyebutnya adu sound atau battle sound. Sebab jumlahnya tak hanya satu rangkaian saja. Seperti halnya saat karnaval, jumlahnya bisa mencapai puluhan rangkaian sound system yang dimainkan bersama.

Bagi para penghobi dan penikmat sound, kegiatan ini menjadi sensasi tersendiri. Tetapi bagi sebagian orang, aktivitas itu mengganggu ketenangan dan kenyamanan. Sebab bisa mengganggu kesehatan hingga merusak bangunan. Seperti genteng rumah warga di Lumajang berjatuhan karena efek sound horeg tersebut, beberapa hari lalu.

Sumiati, salah satu warga Kecamatan Rambipuji, Jember, mengaku terganggu dengan sound horeg. Apalagi jika dikaitkan dengan peringatan Kemerdekaan RI. Dia menyebut, suara sound yang keras itu menyebabkan kayu yang tertata di salah satu rumah warga di desanya sampai berjatuhan.

“Suara sound-nya terlalu keras, saya merasa terganggu. Jika hari kemerdekaan dirayakan dengan hal seperti ini, kurang cocok,” katanya, saat ditemui pada Sabtu (21/9/2024).

Rini Solihah, warga Kecamatan Kaliwates, juga resah dengan keberadaan sound horeg. Walau untuk meramaikan Kemerdekaan RI, dirinya tak setuju jika sound itu dinyalakan dengan suara kencang.

“Kaca rumah bergetar. Panci, wajan, alat dapur dan benda yang di rumah, apalagi yang diletakkan di dinding, bergetar semua. Jadi takut kalau jatuh dan rusak,” ujarnya, Minggu (22/9).

Meski demikian, tidak sedikit warga yang hobi dan menikmati sound horeg. Holifah, misalnya. Warga Kecamatan Sukorambi itu tetap menikmati sound horeg tetapi dengan catatan. Yakni volume suara sound-nya masih standar.

“Saya masih bisa memaklumi, karena karnaval itu juga salah satu hiburan untuk masyarakat. Di sini ada yang suka musik dan memutarnya setiap hari, tapi dengan volume yang standar. Jadi menurut saya masih nyaman-nyaman saja,” katanya.

Pengakuan Pemilik Sound

Halaman

1   2   3  

Bagikan ke:

Berita Terkait